Satu lagi perjalanan baru. Seorang malaikat kecil datang, dan nama dari malaikat ini adalah anak. Terus terang saja, selama setahun ini saya memang menantikannya datang dalam perjalanan saya. Sebelumnya, sempat seorang malaikat kecil pendahulu datang. Yah, meski selama empat hari, tapi dia datang.
Datang. Bagaimana mereka datang dan berapa lama mereka datang, harusnya saya memperhatikannya, tetapi "diri" saya lebih sibuk memikirkan cerita apa yang akan mereka tambahkan dalam perjalanan saya. Yah, saya selalu keranjingan cerita. Saya selalu memaksa untuk menemukan cerita di setiap kotak perjalanan yang mampir.
Menemukan cerita. Terkadang dengan memaksa menemukannya, justru saya tak mendapat apa-apa. Saya bingung, dan kemudian muncul banyak keraguan. Keraguan ini kemudian semakin menegaskan, dua hadiah cantik ini datang untuk menyadarkan "diri" saya, bahwa saya hanya manusia biasa, banyak batasnya, banyak kesombongannya, dan banyak butuh tangan orang lain. Jadi apa yang mesti saya banggakan. Saya hanya manusia ternyata. Hahaha
Mengalir, seharusnya saya belajar ini dengan baik. Seperti anak-anak, yang memahami makna mengalir ini dengan baik. Tanpa cemas apa yang terjadi kemarin, nanti, maupun hari ini. Mereka menikmati aliran cerita yang mereka dapat. Mereka tak menuntut ceritanya harus sempurna. Apa yang didapat, mereka terima dengan sederhana. Begitu sederhananya pilihan dunia mereka.
Semoga satu malaikat kecil ini akan menambah semarak cerita perjalanan saya. Akan menambah media belajar saya menjadi manusia. Thanks for coming into my journey, Filosofi :)
Senin, 11 Mei 2015
Jumat, 02 Januari 2015
Lika liku Pendidikan Negeri "Ini"
Hari ini
mataku agak sulit terpejam,, banyak pikiran. Aku sadar ini bukan suatu pertanda
kebaikan bagi kesehatan tubuhku. Tapi ini sudah agak mendingan. Aku kemarin
sudah agak merefresh otakku. Aku baru pulang dari Surabaya. Ada
acara di sana.
Sebuah komunitas Bangbangwetan, asuhan Cak Nun. Aku bukan orang yang rutin
mengikuti acara tersebut. Kemarin adalah kedua kalinya aku mengikuti acara
tersebut. Aku hanya pergi ketika ada yang mengajakku pergi, disamping adanya
waktu yang memungkinkan aku pergi. Tapi kepenatn yang ku terima akhir-akhir ini
mengharuskan aku pergi ke sana.
Aku sudah tidak bisa lagi menumpuk semua hal di memoriku. Aku harus mengadakan
sebuah penataan ulang. Penataan memori agar mempermudah diriku dalam pencarian
sesudahnya. Seperti yang aku duga. Acara itu selalu memberiku sebuah makna.
Kemarin tema
yang diusung adalah tentang ke Indonesiaan kita. Ke Indonesiaan yang diukur
dari segi pemikiran bangsanya yang mana mulai kehilangan jati dirinya. Aspek
pertama yang disoroti adalah tentang system pendidikan yang ada di Indonesia.
System pendidikan yang dinilai sudah salah kaprah. Dimana bangsa kita selalu
mengidentikkan bahwa pendidikan = sekolah formal. Di sini terlihat adanya ketidakseimbangan
antara peran institusi pendidikan. Padahal institusi pendidikan tidak hanya sekolah
formal, lingkungan merupakan salah satu institusi pendidikan juga, terlebih
keluarga. Keluarga adalah institusi pendidikan pertama yang kita terima. Peran
dari institusi ini seharusnya benar-benar dipertimbangkan mengingat keluarga
adalah institusi yang paling dekat dan sangat membantu dalam pembentukan
karakter suatu individu. Namun kenyataan di negeri kita ini tidak demikian,
peran keluarga hampir dianggap tidak ada dan tidak penting. Yang berhak
memberikan suatu pendidikan, dengan kata lain membentuk kepribadian seorang
individu adalah sekolah, yang sayangnya mendasarkan segala sesuatu pada nilai
akademik. Disinilah sering terjadi suatu pembunuhan karakter. Seorang individu
dipaksa untuk menjadi seperti yang diinginkan oleh pendidik yang ada di
sekolah. Dimana semakin baik nilai yang mereka peroleh, maka ada jaminan dialah
individu yang unggul. Sedang yang mendapat nilai jelek adalah pribadi yang
tidak unggul. Sekolah sering melupakan bahwa tiap individu adalah unik dan yang
berhak menentukan suatu karakter adalah individu itu sendiri. Individu
mempunyai hak penuh untuk menentukan siapa dirinya dan harus bagaimana dirinya.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mengarahkan, menuntun, membimbing
dan mendampingi individu untuk menemukan dirinya, bukan memaksa individu untuk
menjadi pribadi yang dikehendaki suatu golongan. Pendidikan yang memanusiakan
manusia. Sehingga setiap individu mempunyai semangat ke-Indonesiaan, yaitu
suatu semangat yang seharusnya mendasarkan pada tiga prinsip, memanusiakan
manusia, meng-alamkan alam, meng-Allah-kan Allah.
Malang,8 Agustus 2009
Langganan:
Postingan (Atom)