Jumat, 02 Januari 2015

Lika liku Pendidikan Negeri "Ini"



Hari ini mataku agak sulit terpejam,, banyak pikiran. Aku sadar ini bukan suatu pertanda kebaikan bagi kesehatan tubuhku. Tapi ini sudah agak mendingan. Aku kemarin sudah agak merefresh otakku. Aku baru pulang dari Surabaya. Ada acara di sana. Sebuah komunitas Bangbangwetan, asuhan Cak Nun. Aku bukan orang yang rutin mengikuti acara tersebut. Kemarin adalah kedua kalinya aku mengikuti acara tersebut. Aku hanya pergi ketika ada yang mengajakku pergi, disamping adanya waktu yang memungkinkan aku pergi. Tapi kepenatn yang ku terima akhir-akhir ini mengharuskan aku pergi ke sana. Aku sudah tidak bisa lagi menumpuk semua hal di memoriku. Aku harus mengadakan sebuah penataan ulang. Penataan memori agar mempermudah diriku dalam pencarian sesudahnya. Seperti yang aku duga. Acara itu selalu memberiku sebuah makna.
Kemarin tema yang diusung adalah tentang ke Indonesiaan kita. Ke Indonesiaan yang diukur dari segi pemikiran bangsanya yang mana mulai kehilangan jati dirinya. Aspek pertama yang disoroti adalah tentang system pendidikan yang ada di Indonesia. System pendidikan yang dinilai sudah salah kaprah. Dimana bangsa kita selalu mengidentikkan bahwa pendidikan = sekolah formal. Di sini terlihat adanya ketidakseimbangan antara peran institusi pendidikan. Padahal institusi pendidikan tidak hanya sekolah formal, lingkungan merupakan salah satu institusi pendidikan juga, terlebih keluarga. Keluarga adalah institusi pendidikan pertama yang kita terima. Peran dari institusi ini seharusnya benar-benar dipertimbangkan mengingat keluarga adalah institusi yang paling dekat dan sangat membantu dalam pembentukan karakter suatu individu. Namun kenyataan di negeri kita ini tidak demikian, peran keluarga hampir dianggap tidak ada dan tidak penting. Yang berhak memberikan suatu pendidikan, dengan kata lain membentuk kepribadian seorang individu adalah sekolah, yang sayangnya mendasarkan segala sesuatu pada nilai akademik. Disinilah sering terjadi suatu pembunuhan karakter. Seorang individu dipaksa untuk menjadi seperti yang diinginkan oleh pendidik yang ada di sekolah. Dimana semakin baik nilai yang mereka peroleh, maka ada jaminan dialah individu yang unggul. Sedang yang mendapat nilai jelek adalah pribadi yang tidak unggul. Sekolah sering melupakan bahwa tiap individu adalah unik dan yang berhak menentukan suatu karakter adalah individu itu sendiri. Individu mempunyai hak penuh untuk menentukan siapa dirinya dan harus bagaimana dirinya. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mengarahkan, menuntun, membimbing dan mendampingi individu untuk menemukan dirinya, bukan memaksa individu untuk menjadi pribadi yang dikehendaki suatu golongan. Pendidikan yang memanusiakan manusia. Sehingga setiap individu mempunyai semangat ke-Indonesiaan, yaitu suatu semangat yang seharusnya mendasarkan pada tiga prinsip, memanusiakan manusia, meng-alamkan alam, meng-Allah-kan Allah.


Malang,8 Agustus 2009