Pernikahan? Apa itu pernikahan? Dari
beberapa jawaban yang kudengar, pernikahan adalah penyatuan dua orang dalam
suatu lembaga yang sah. Benarkah demikian?
Hampir dua tahun sudah saya
melibatkan diri dalam hal yang bernama pernikahan. Alhamdulillah, saya diberi
partner/ pasangan/ teman/ soulmate/ suami yang berbeda dengan saya, sehingga
paling tidak kemudian membuat saya bertanya-tanya dan mau belajar lagi tentang
apa itu pernikahan. Yups, kami berbeda. Paling tidak perbedaan mendasar kami
adalah dia laki-laki dan saya perempuan. Hahaha.
Semakin
ke sini semakin seru, karena saya adalah tipikal orang yang tak mungkin tak
mempertanyakan sesuatu (gampang penasaran dan sok ingin tahu). Bahkan ketika
kemudian saya sadar bahwa saya dan partner saya “saling melengkapi (baca:
berbeda)”, saya kemudian berpikir ulang, ‘Apa iya dengan menikah orang dapat
menyatu? Dan apakah memang mungkin manusia dapat menyatu? Dan apakah memang
akan asik jika kita menikah dengan orang yang kemudian akan menyatu dengan
kita? Dan kenapa kita selalu terkaget-kaget ketika mendapati partner kita
berbeda dengan kita?’
Teringat
suatu ulasan dari seorang pengajar tentang pernikahan. Beliau bertanya kepada
kami, para mahasiswa yang selalu bersemangat memasuki kelas untuk mempelajari
dirinya sendiri, “Apa itu pernikahan?”, dan seperti yang saya utarakan di atas,
beberapa dari kami kemudian menjawab bahwa pernikahan adalah penyatuan. Beliau
tersenyum simpul sambil kemudian bercerita tentang kehidupan pernikahannya
dengan sang istri. Beliau mengatakan dirinya tak pernah memaksakan diri untuk
menyatu dengan diri sang istri, dan tidak memaksa sang istri untuk menyatu
dengan dirinya. Beliau hanya berharap, beliau dan sang istri dapat saling
berdampingan, saling mengiringi, saling men-support
diri masing-masing untuk menjadi sebaik-baik diri mereka sendiri, dan kehidupan
pernikahan beliau kemudian penuh warna. Yah, banyak warna, dan bukan
keseragaman, karena mereka tak pernah memaksa untuk menyatukan diri mereka,
mereka hanya saling mengisi. Sang pengajar lebih senang menyebutnya dengan
“saling toleransi”.
Saya
rasa itulah kuncinya, saling toleransi. Ketika kita dapat menghargai pribadi
partner kita, menghargai konflik yang kemudian timbul karena perbedaan yang
ada, dan menghargai betapa partner kita pun sedang mencoba belajar hal yang
sama dengan kita, belajar tentang pengalaman yang disebut pernikahan. Kita
selalu bisa toleransi. Sekali lagi toleransi, bahkan terhadap konflik yang
kemudian timbul, seperti yang saya katakan sebelumnya.
Kita
perlu toleransi dengan konflik, bukannya takut ketika konflik muncul. Kita
menganggap konflik adalah buah manis dari adanya perbedaan, dan tak perlu
tergesa-gesa menghindari. Konflik tak akan selesai ketika kita menghindarinya
dan menganggapnya masalah. Rangkul sang konflik, toleransilah dengan
keberadaannya dan kemudian tertawalah untuknya. Selesaikan dengan menganggapnya
merupakan suatu kewajaran. Bukan menyelesaikan dengan menganggapnya sebagai
masalah, karena ketika hal itu muncul lagi, maka kau akan mempengaruhi dirimu
dengan anggapan bahwa pernikahanmu sedang bermasalah.
Denial tak pernah selesai atau takkan
penah menjadi “ending”, denial akan selalu menjadi “to be continued”. Oke, apakah alur saya
mulai melompat-lompat? Maafkan saya, dan saya mohon toleransilah.. Hahaha…
Saya
pun belum tahu definisi tepat pernikahan seperti apa, tapi saya sependapat
dengan sang pengajar, bahwa kunci dari pernikahan adalah toleransi. Ada satu
kutipan yang saya suka tentang pernikahan, dalam buku Tuesdays with Morrie (ini buku suami saya yang secara rahasia saya
corat-coret karena saya menyukai kutipan ini :p) “Ada beberapa aturan yang
menurutku berlaku untuk cinta dan pernikahan: Kalau kita tidak menghormati
pihak yang lain, kita akan mendapatkan banyak masalah. Kalau kita tidak tahu
cara berkompromi, kita akan mendapatkan banyak masalah…” “menurutku pernikahan
adalah babak sangat penting yang perlu kita lalui, dan kita akan kehilangan
banyak sekali kalau kita tidak mencobanya.” (Albom, 1997).
Dan
bagaimana akhir dari pernikahan saya, saya tidak tahu. Tapi saya tahu, ini akan
menjadi suatu perjalanan yang menyenangkan. The
incredible journey…
Ariera
Pangkal Pinang, 11 Maret 2014